Rabu, 26 November 2008

Kebuntuan Dialektika Liberalisme

Kaum liberal menganggap semakin sedikit campur tangan negara di pasar, maka kesejahteraan akan semakin baik. Hal tersebut didasari dua postulat mereka. Pertama negara dan sikap campur tangannya akan cenderung korup. Kedua setiap individu yang terlibat dalam sistem pasar mempunyai kapabilitas bekerjasama. Dari dua postulat atau premis tadi, terbentuk lah sebuah silogisme Laissez-Faire.
Untuk postulat pertama, saya kira adalah hal yang masuk diakal, hanya kelemahan postulat tersebut adalah tidak dijelaskan “sikap campur tangan yang seperti apa yang merugikan itu?” atau “bagaimana metode intervensi pasar itu dilakukan agar tidak terjadi korup?”. Sedang postulat kedua, tidak lain tidak bukan adalah melambangkan utopia Liberalisme. Bahwa kapabilitas kerjasama itu benar saja adanya, namun sampai kapan antar individu itu akan tetap bekerjasama? Apa saja yang mempengaruhi kerjasama tersebut?
Disini saya ingin mengajukan usul pribadi untuk Adam Smith dan kawan-kawan liberalnya – “harusnya, kalian baca “ABC Dialektika Materialis”nya Trotsky! Hanya beberapa halaman saja koq!”. Dalam logika dialektika, sesuatu yang eksis akan selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Itu artinya, kondisi keterbebasan pasar pun akan berubah dan tidak pernah sama. Hal tersebut tergantung pada ketertundukan pasar pada hukum-hukum alamiah tertentu.Berarti, kondisi liberal pasar sebenarnya tidak bisa diartikan secara vulgar atau selalu sama dengan kondisi liberal pasar itu sendiri. Kondisi liberal pasar hanya dapat menjadi sama dengan konsepnya pada “saat tertentu” saja. Bagaimana kemudian dijelaskan bahwa “saat tertentu” itu adalah interval waktu yang sangat sempit menandakan kondisi liberal pasar itu adalah hampir sama sekali atau malah memang sepenuhnya utopis!
Kebuntuan dialektika liberalis yang lain, adalah pemahaman rasional sempit soal keterkaitan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain. Invisible Handnya Adam Smith contohnya. Tidak dijelaskan lebih lanjut soal syarat-syarat yang kemudian memungkinkan Invisible Hand bekerja sesuai konsepnya – dan bukannya mencekik yang lain!. Konsep kerjasama antar individu dalam pasar yang sebegitu dipercaya oleh kaum Liberalis adalah sangat lemah adanya. Karena – sekali lagi saya tegaskan – kerjasama itu akan dipengaruhi oleh hukum alamiah lain yang lebih kuat. Kapabilitas kerjasama individual memang dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang alami, namun kapabilitas kerjasama akan tunduk pada hukum alamiah lainnya. Motif kerjasama misalnya.
Berarti, keresahan utama kaum liberal – yang masuk akal menurut saya – adalah ketidak-percayaan mereka terhadap negara dan elemen-elemennya yang cenderung korup atau meminjam istilah Adam Smith “melakukan kesalahan administatif”. Saya pun memiliki kekhawatiran yang sama.. pengawasan dan pengontrolan pasar tidak mungkin dilakukan oleh seorang pemimpin yang maniak atau kadar kejujurannya rendah, tidak juga oleh sekelompok orang tidak tahu diri yang menjarah rakyat.
Jika memang yang ditakutkan adalah kecenderungan korup suatu rezim, maka untuk menyikapinya, tak perlu berlebihan dengan memutus hubungan pasar-negara. Pengawasan dan kontrol pasar dilakukan rakyat lewat demokrasi partisipastif dan desentralitatif atau yang dalam tulisan David Beetham, Liberal Democracy and Deliberative Choice disebut sebagai “Popular Control”. Itu berarti, pasar diawasi langsung oleh semua pihak. Baik aktor yang aktif dan mengumpulkan kapital dalam sistem pasar, ataupun aktor-aktor yang selama ini ternyata dirugikan oleh kebebasan pasar, sehingga kemudian menciptakan pasar sebagai zona yang lebih fair.
Azhar Irfansyah, 2008

Tidak ada komentar: