Senin, 16 Februari 2009

14 Februari, 1945 dan 2009

Blitar, empat hari sebelum 14 Februari 1945. Ada perdebatan kecil antara Shudanco Supriyadi dan gurunya, Kasan Bendo. Perdebatan mereka menyangkut niatSupriyadi untuk memberontak dan melawan Jepang pada 14 Februari. Kasan Bendo tidak bersepakat dengan muridnya.Kasan Bendo mencegah Supriyadi untuk melawanJepang pada 14 Februari bukannya karena ia adalah orang yang mendukung imperialisme Jepang di Indonesia, akan tetapi ia merasa bahwa muridnya, Supriyadi,terlalu terburu-buru. Makanya kasan Bendo kemudian mengusulkan agar perlawanan ditunda sampai empat bulan kedepan, bulan Juni. Supriyadi menolak usul gurunyadengan penuh rasa hormat. Ia berpendapat bahwa penindasan Jepang harus segera dilawan, dan juga bahwa persiapan PETA Daidan Blitar untuk memberontak terhadap Jepang telah siap, apalagi perlawanan seharusnya sudah dimulai sejak 5 Februari lalu, jadi.. tidak mungkin diundur-undur lagi, apalagi empat bulan kedepan. Melihat tekad Supriyadi telah sedemikian bulat dan kuatnya, Kasan Bendo mengalah."Tapi kalau ananda mau juga melawan tentara Jepang sekarang, saya hanya dapat memberikan restu kepadamu, karena perjuanganmu itu adalah mulia." ujar Kasan Bendo pada Supriyadi. Kebahagiaan dan kebanggaan membuncah di dada Supriyad, ia tidak sabar mengabari kawan-kawannya di PETA perihal restu dari gurunya tersebut.
Blitar, kurang dari sehari sebelum 14 Februari 1945. Shudanco, Chudanco, dan Bundanco yang mendukung perlawanan berkumpul untuk briefing terakhir di kamarShudanco Halir Mangundjidjaja.Gairah pembebasan segera bercampur dengan atmosfir ketegangan. Jepang bisa saja telah memonitor gerakan mereka dan merencanakan pemberangusan besar-besaran. rasa cemas menjadi berlipat ketika terdengar kabar bahwa satu gerbong Kempetai baru saja tiba dari Semarang, dan menginap diHotel Sakura, tidak jauh dari ruangan dimana mereka sedang berkumpul. lalu tatapan kereng saling beradu dalam ruangan. keberanian dan semangat kemerdekaanmenjadi semakin bergejolak. Besok juga Hotel Sakura akan diserbu! besok juga Jepang akan dilawan! besok juga merah-putih akan berkibar!
Blitar, 14 Februari 1945. Malam belum beranjak, Pagi belum manyapa ufuk timur. jam 03.00, panggung perlawanan dipersiapkan. 360 tentara PETA Daidan Blitar yang berpartisipasi dalam perlawanan dibagikan senjata. Selang setengah jam kemudian, mortir ditembakkan ke Hotel Sakura, membangunkan para Kempetai Jepang yang masih terlelap. Tirai pembebasan Blitar dibuka! Merah-putih dikibarkan di lapangan markas PETA sebelah utara, prajurit yang mengibarkan melakukan hormat bendera lalu sujud syukur. Hotel Sakura direbut tentara PETA. Spanduk bertuliskan "Indonesia Akan Merdeka" yang tidak lain adalah propaganda kosong dan janjipalsu Jepang diturunkan, diganti dengan spanduk bertuliskan "Indonesia Sudah Merdeka!". Polisi Jepang dilucuti senjatanya, tawanan-tawanan dibebaskan daripenjara. Gerakan tebtara PETA seharusnya dilanjutkan dengan penyebaran, namun penyebaran tersebut gagal, tidak sesuai rencana. Jepang yang memiliki sumber daya tempur lebih besar segera memukul PETA dan menduduki kembali kota Blitar. Teantara PETA terkunci posisinya di hutan Ngancar, perbatsan Kediri.
Blitar, empat hari setelah 14 Februari 1945. Tentara PETA Blitar menyerahkan diri dengan syarat, diantaranya adalah aksi mereka tidak dimintai pertanggungjawaban. awalnya Jepang setuju, namun kemudian mengkhianati kesepakatan. tak lama kemudian, 78 tentara PETA digiring ke Jakarata untuk diadilidalam pengadilan militer, enam orang dihukum mati. mereka yang dihukum mati antara lain Shudanco Moeradi, Chudanco Ismangil, Shudanco Halir Mangkoedjidjaja,Bundanco Soenanto dan Bundanco Soeparjono. Mereka dieksekusi dengan cara dipenggal kepalanya di Eereveld, Ancol. Supriyadi sendiri dinyatakan hilang dantidak pernah ditemukan.
***
Indonesia, 14 Februari 2009 dan beberapa hari sebelumnya. muda-mudi bangsa sedang sibuk! mereka sedang mempersiapkan diri untuk menyambut 14 Februari. dibelioleh mereka sebuah hadiah, khusus untuk sang pacar. Coklat, bebungaan, boneka, dan banyak lagi macam-jenisnya. kemudian masing-masing bersolek, mengaromakantubuh mereka dengan berbagai wewangian. lalu pergilah mereka ke acara-acara konser band, bioskop, restoran mahal, atau objek wisata untuk berpacar-pacaran.pusat-pusat perbelanjaan juga tak mau ketinggalam. pihak manajemen telah merencanakan event bertemakan cinta dan kasih sayang di lobi utama. Dekorasi di pasang disetiap sudut gedung agar suasana 14 Februari lebih semarak. Malaikat kecil Cupido, pita-pita bewarna merah hati dan pink, lambang hati, dan lain-lain. Telah diatur pula potongan harga yang akan berlaku pada 14 Februari. Dan pihak yang paling heboh adalah si aktor lama, media televisi!dalam rangka14 Februari telah disiapkan acara-acara khusus. dari film-film import yang bertemakan romantisme cinta, talkshow-talkshow selama beberapa hari sebelum dan sesudah 14 Februari pun diatur agar turut menyemarakkan 14 Februari. infotainment-infotainment memberitakan tentang artis-artis yang merayakan 14 Februari"bersama pacarnya masing-masing. ya,.. semuanya tiba-tiba begitu semarak merayakan 14 Februari.
***
Jika ditanya alasan mengapa muda-mudi sampai penyiaran televisi merayakan 14 Februari, maka jawabannya tidak berkaitan dengan Supriyadi, Blitar, ataupun PETA. Valentine day! begitulah jawabannya. valentine day adalah budaya yang diimport dari masyarakat barat. nama Valentine diambil dari nama SaintValentinus, seorang martir yang dihukum mati oleh Roma karena menikahkan para muda-mudi Romawi, kala itu pernikahan dilarang oleh kaisar Roma. Saint Valentinus lalu dihukum mati.
tulisan ini tidak sedang ingin mengatakan bahwa semua yang diimport dari barat adalah sesuatu yang busuk, bukan juga sedang mengeluarkan fatwa bahwa Valentine itu haram hukumnya! tulisan ini sedang mempertanyakan kembali cara masyarakat, khususnya muda-mudi Indonesia dalam merayakan 14 Februari. apa kita telah lupa dengan pemberontakan PETA di Blitar? apakah seluruh republik ini telah amnesia dengan pengorbanan pahlawannya sendiri? memang, pemberontakan PETA di Blitar tidak berakhir dengan merdekanya Indonesia. namun sejak perlawanan PETA Blitar inilah meletup perlawanan-perlawanan Daidan PETA di daerah lain. perlu menjadi catatan, fenomena perlawanan PETA, yang asal-mulanya adalah tentara bentukan jepang dan akhirnya melawan tuannya sendiri, adalah satu-satunya di Asia Tenggara yang kala itu dikuasai Jepang. itu merupakan bukti bahwa bangsa ini adalah milik para pemberani.
budaya pop telah sedemikian merasuknya pada jiwa muda-mudi bangsa sekarang ini. mereka kemudian menjadi lupa bahwa Indonesia tidak terlahir kecuali lewat perlawanan yang berdarah-darah. perlawanan yang digelar demi kebebasan dan kemerdekaan. maka, 14 Februari adalah hari dimana PETA Daidan Blitar melawan penindasan imperialisme, bukan hari dimana muda-mudi larut dalam egoisme yang kecengeng-cengengan. semangat perlawanan itulah yang seharusnnya kita hayati. karena, bung dan nona.. Indonesia bukanlah sekerumun pulau yang terapung diantara samudra Pasifik dan Hindia, namun ia adalah sebentuk cita-cita beserta semangatnya.

Jumat, 09 Januari 2009

Ngangkring Tragedy

sore hujan, persada jadi basah. lalu malam dingin seperti biasanya. tidak, tidak... malam itu lebih dingin dari biasanya.

dua hari lagi hari senin, artinya saya punya dua hari untuk mengerjakan tugas mata kuliah Ekonomi Politik Internasional. bah.. harus saya lakoni malam-malam imsonia lagi.. ditengah-tengah pekerjaan, tiba-tiba saja rasa penat luar biasa menyerang. duh, saya harus mengunyah sesuatu (ngemil) agar kantuk tidak menyergap mata. angkringan..

jadi pergilah saya ke angkringan. benar saja semilir dingin berhembus dengan lembabnya, punggung saya pun jadi mengigil. demi kletikan, jahe susu, dan gorengan-gorengan yang berminyak dan tidak sehat (tapi enak), dingin begini tak menjadi masalah besar!

diujung jalan, beberapa hasta sebelum persimpangan ke arah selatan, lampu cempor menyala redup di balik tenda terpal bewarna kemerahan (saya mengatakan begitu karena tidak yakin apakah itu oranye atau merah). ingin buru-buru ngangkring, saya pun melipirkan motor saya kekiri. didalam tenda terpal, tiga laki-laki mengelilingi gerobak. satu si pedagang (merokok, menggunakan topi kupluk yang kelihatannya hangat, berselimut dengan sarung butut), satu pegawai di rumah karaoke (saya mengetahuinya dari seragam yang ia pakai), satunya lagi sepertinya warga yang kebagian jatah ronda, saya tak yakin.

jahe susu sedang dibuatkan, sementara tangan saya sibuk mengambil gorengan-gorengan lalu sate. sate kerang, udang, usus, ah,.. yang itu sepertinya enak dimakan dengan sego kucing! ati ampela yang dipotong kecil-kecil! ya,.. ya. saya ambil satu, lalu saya letakkan bersama gorengan tempe dan tahu diatas piring kecil berbahan plastik murahan. "dibakar ya mas!" ujar saya dengan suara dimedok-medokan. supaya terdengar lebih akrab maksudnya.

lampu cempor ditingkahi angin malam, bayang-bayang pun menari. dingin terlawan oleh arang-arang yang menyala dari bawah ceret. jahe susu mengalir di kerongkongan, menghangatkan paru-paru, lalu mengalir ke usus. lalu sate ati ampela yang dipotong kecil-kecil,.. bah.. koq agak keras.. rasanya juga sedikit aneh.. tapi enak juga. tak apalah, mungkin pengaruh bakaran tadi ya.

sego kucing yang banyaknya hanya beberapa suap saja sudah tumpas, jahe susu masih dua pertiga gelas. waktunya kletikkan! sebungkus kacang telur langsung disambar. tiga orang yang lain memulai percakapan. bahasa jawa! duh, saya langsung merasa teralienasi. karena berdomisili di jakarta, saya tidak begitu banyak mengerti bahasa jawa. tapi saya bukanlah orang yang dengan mudah menerima keadaan macam begitu. jadi saya memulai basa-basi dengan bahasa indonesia, agar saya juga bisa mengobrol maksudnya.

dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung. saya menghormati budaya orang, terutama budaya orang-orang yang tempatnya saya tumpangi. tapi saya tetap harus mengerti apa yang mereka bicarakan.

***

jadi teringat pada cerita Subcomandante Marcos, salah satu dedengkot EZLN meksiko, sebuah gerakan pembebasan petani adat yang kebanyakan bersuku Maya. diceritakan bahwa pada pertama kali Marcos menemui para petani adat Maya, dia "ga connect" dengan petani-petani Maya yang dia temui. pulanglah jagoan kita ini dengan kecewa, namun kemudian ia tersadar. ia coba-dan coba lagi memahami para petani adat Maya. dan sekarang ia sudah menjadi ikon perjuangan pembebasan petani adat di Meksiko. prosa-prosa dan esai-esai Subcomandante Marcos juga dikenal luas dan menjadi inspirasi bagi perjuangan pembebasanbagi banyak individu dan kelompok di seluruh dunia.

***

kembali lagi pada saya yang sedang berbasa-basi dengan para laki-laki yang sedang berada di angkringan. "dingin betul ya..!" ujar saya pada si pedagang. "ya ya.. tadi sore kan hujan." sahut pedagang. "beberapa jam yang lalu masih gerimid koq!" pegawai rumah karaoke menimpali.

berhasil.

jadi, mulailah pembicaraan bi-lingual. kadang jawa, kadang indonesia. tidak masalah, saya mengerti beberapa kosa kata jawa. percakapan berlanjut, si pedagang menanyai saya dengan bahasa indonesia.
"kamu tinggal dimana?"
"karangmalang, yang dekat UNY itu lho."
"oh.. aslinya?"
"mm.. orangtua atau domisili?"
"mm.. tempat asal maksudnya.." ha.. saya salah memilih diksi. seharusnya tidak menggunakan "domisili". setelah itu saya kembali ke percakapan. "jakarta mas" ujar saya.

percakapan berlanjut hangat. percakapan kemudan merembet ke PEMILU 2009. pedagang angkringan dan pegawai rumah karaoke sepakat untuk golput, tukang ronda tidak memilih partai, tapi akan memilih Megawati pada putaran pemilihan presiden. "dia itu (Megawati) kan membela rakyat kecil" ujarnya (lugu?). saya ingin saja membantah pernyataan si tukang ronda, tapi saya menjadi takut kalau-kalau laki-laki setengah baya itu tersinggung. akhirnya saya cuma manggut-manggut. namun ternyata si pedagang sedang ingin mendebat temannya itu. "halaah, wong dia iu gak ngapa-ngapain pas jadi presiden! ya kan mas!?" ujarnya pada tukang ronda lalu kemudian beralih pada saya. saya memang sempat bilang kalau saya anak sosial-politik. sekarang saya jadi kikuk. "diteror" dua tatap mata mengantuk sekaligus! "mmm.. bukannya ga ngapa-ngapain sih mas, tapi menurut saya, dia (Megawati) itu kurang berhasil.. habis, slogan peduli wong ciliknya ga diwujudkan.." ujar saya agar tidak mengecewakan ekspektasi masyarakat terhadap mahasiswa, Fisipol UGM khususnya.

tukang ronda tampak tidak begitu senang.
begitulah sekilas demokrasi di angkringan.

setelah kondisi agak cair, saya tergiur untuk mengambil satu sate lagi. berhubung sate ati ampela dipotong kecil-kecil yang tadi saya ambil agak mengecewakan. "ada sate apa aja mas?" tanya saya pada si pedagang.
"usus, kerang, udang, keong.. kalau sate ayam sudah habis.."
"sate keong? enak po?"
"wuih laris manis mas!"
"bentuknya kaya apa mas?"
"yang mana ya..? lho bukannya masnya ngambil tadi?!"
"hah, bukannya tadi saya ngambil sate ati ampela?"
"yang mana? yang kecil-kecil itu toh!? itu sate keong mas.."

tiba-tiba perut mulas..

***

saya masih ingat benar. ketika masih di sekolah dasar, ada pedagang keong (untuk mainan dan pelihara, bukan dimakan) didepan gerbang sekolah. banyak anak-anak, yang termasuk juga saya, membeli seekor keong. biasanya untuk diadu atau balapan. sampai kemudian pihak sekolah menganggap keong sudah mengganggu kegiatan belajar-mengajar. para murid kemudian diancam oleh guru. "barang siapa membawa keong ke sekolah, akan saya suruh dia menelan keongnya hidup-hidup!" para murid langsung ngeri. namun saya ini memang bandel - atau kritis tepatnya. saya tidak percaya bahwa guru itu akan menyuruh saya menelan keong kesayangan saya hidup-hidup, jadi besoknya saya bawa keong saya ke sekolah.

dasar sial, siangnya ada razia keong! saya pun ketahuan membawa keong di dalam tas. saya dibawa menghadap guru yang kemarin mengancam murid perihal keong. di kantor, keong saya yang besar dan bewarna kemerahan dijejali ke mulut saya. mau berteriak, saya takut.. kalau saya membuka mulut saya, jangan-jangan guru saya ini bakal memasukkan keong ke mulut saya. hal paling mengerikan pun segera terjadi. keong menyeruak keluar karena hembusan nafas saya. kaki-kai keong bergerak-gerak, hanya beberapa sentimeter dari bibir saya yang sedang terkatup gemetar.

saya memukul tangan guru saya yang sedang menjejali dengan kerasnya. PRAAKKK! keong terlempar ke lantai dan cangkangnya pecah! saya tidak sanggup melihat.

besoknya saya di hukum seharian. berdiri didepan kelas dan membersihkan WC sekolah.

***

sampai dimana tadi,.. oh.. ya ya.. perut saya tiba-tiba mulas.

saya pun akhirnya pulang dari angkringan dengan perut mulas. lain kali, saya harus tanya-tanya dulu apa sebenarnya yang akan saya masukkan ke mulut saya..

Azhar Irfansyah, ketika tahun 2009 masih pagi

Sabtu, 27 Desember 2008

Ditipu Empirisme Semu

Empirisme adalah faham yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan muncul dari pengalaman (indrawi) manusia. Empirisme dipelopori oleh David Hume, George Berkeley, dan John Locke. Entahlah,.. menurut saya faham yang satu ini terlalu menitik beratkan pada panca-indera manusia sebagai penangkap informasi dan sumber pencari kebenaran.

Saya tidak bermaksud menafikkan fungsi panca-indera manusia buatan Allah yang mengagumkan. Saya hanya ingin berpendapat bahwa terkadang kita tertipu dan mengambil asumsi yang keliru saat terlalu yakin pada apa tertangkap oleh panca-indera. kita ditipu oleh panca-indera kita!

Makanya (terkadang) saya cenderung lebih percaya pada rasionalitas. Sekalipun begitu, rasionalitas tetap membutuhkan panca-indera.

Untuk membuktikan bahwa faham empirisme ini lemah, saya akan mendemonstrasikan kelemahan empirisme lewat satu kasus.

contoh kasus : belalang yang tuli.
kisah ini bukan buatan saya, saya cuma mengaitkannya dengan tema yang sedang saya bahas sekarang.
Suatu hari, seorang peneliti meneliti seekor belalang. maka dimulailah penelitiannya itu. ia kemudian meneriakkan "lompat!" kepada seekor belalang. Belalang kemudian melompat jauh. Untuk melanjutkan penelitian ke langkah berikut, peneliti lalu memutuskan salah satu kaki belakang belalang (belalang yang malang..). kemudian si peneliti lagi-lagi memerintahkan belalang untuk melompat dengan teriakan. "lompat!!" teriak peneliti itu. belalang melompat, tapi butuh waktu agak lama, lompatannya pun tidak sejauh lompatan pertama. peneliti mengerutkan dahi, ia mulai menemukan satu pola! Untuk membuktikan hipotesanya, ia kemudian memutuskan kaki belakang belalang yang terakhir (cukup sudah! laporkan si brengsek ini ke WWF!). Ditaruhlah si belalang yang malang itu ke tanah. "Lompat!!" teriak si peneliti pada belalang. eh,.. belalang tidak bergerak sama sekali. "Lompat!!!!!" teriak peneliti lebih keras lagi. Belalang tidak bergeming. Peneliti tersenyum.. Hipotesanya terbukti sudah..

"Ternyata, kalau kedua kakinya diputuskan, belalang menjadi TULI sehingga tidak bisa merespons perintah saya!" begitulah hipotesa si peneliti..

anda tidak perlu secerdas Einstein atau lulus dari Harvard untuk tahu bahwa peneliti ini menghasilkan hipotesa ngawur..

hipotesa peneliti menjadi sedemikian ngawur karena peneliti hanya mengandalkan pengalaman indrawinya. Jika si peneliti berpikir dengan akalnya dan mencoba mengaitkan hubungan sebab-akibat buntungnya belalang dan respons belalang yang menjadi lamban atau bahkan tidak lagi merespons, maka akan ditemukan jawaban yang lebih baik.

Jadi, panca-indera saja tidak cukup. manusia juga harus menggunakan akal pikirannya dalam berdialektika. Lagipula, faham empirisme juga keliru ketika menyatakan bahwa manusia secara fitrah tidak memilki bekal pengetahuan. hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan dimuat di proceeding of the nation of the national academy of sciences membuktikan bahwa manusia sudah bisa berhitung sejak bayi. Ya,.. saya tidak salah tulis.. SE-JAK BA-YI! Bayi yang diuji kemampuan matematikanya baru berumur tujuh bulan. Itu membuktikan bahwa ilmu sudah menjadi fitrah manusia, berlawanan dengan pendapat empirisme.

Jadi, marilah kita melihat, mendengar, mengendus, meraba, mengecap.. LALU BERPIKIR!

Azhar Irfansyah, Jogja menjelang 2009

Rabu, 24 Desember 2008

Untuk Intan Hidayatin

maaf terlambat,..

tapi, tidak ada yang terlalu terlambat untuk menyatakan rasa terimakasih dan cinta yang paling tulus.

mama.. diatas pangkumu aku meringkuk, dalam rengkuhmu aku nyaman, dari setiap tuturmu aku belajar..

waktu itu aku masih duduk di sekolah dasar.. pulang sekolah berurai air mata. dijahili teman-teman! jawabku saat mama tanya kenapa aku menangis. satu jemputan menjahili dan mengejekku karena aku memakai tas bergambar Donal Bebek. "haha.. Donal Bebek itu kan tidak pakai celana!!" ujar seorang teman dalam mobil jemputan memulai. dasar para bocah, mulailah mereka mencoba menaggalkan celanaku.
saat dengar ceritaku, mama kemudian mengambil spidol marker hitam. "sini tasnya.. biar ga diledek teman-teman lagi, biar mama gambarin celana untuk Donal Bebeknya" ujar mama lembut. digambarlah celana untuk si Donal Bebek.
memang gambar celana itu bukan buatan Picasso, Da Vinci, atau pelukis kenamaan lainnya. tapi menurutku, gambar celana itulah gambar yang paling indah. setiap guratan-guratannya adalah kasih sayang dari mama!

aku tidak akan melupakannya seumur hidup..

waktu itu aku baru saja lulus SD, tinggal beberapa hari lagi menuju pesantren. aku sadar betul beberapa hari lagi aku akan jauh dari mama. sementara mama di jakarta , aku di bogor pedalaman. sementara mama memasak di rumah, saya mengaji di pesantren.. bagaimana dengan pelukannya ma..? bagaimana dengan canda tawanya..? kalau boleh, aku selalu ingin didekat mama..
makanya, beberapa hari sebelum berangkat ke pesantren, aku selalu menangis di dalam tolilet. aku tidak ingin mama tau kalau aku menangis, aku tidak mau mama jadi sedih. makanya saat ditanya kenapa aku terus-menerus bolak-balik ke toilet, aku bilang kalau aku sedang diare.

aku ingin selalu di dekat mama..

waktu itu pihak pesantren mengeluarkan aku dari institusinya. alasannya aku tidak disiplin, dan aku juga telah menghasut anak-anak lain untuk keluar dari pesantren.. itu semua tidak benar! aku dikeluarkan karena salah satu ustadz sudah gerah dengan kekritisanku.
teman-temanku di pesantren menangis ketika tau bahwa aku dan tiga temanku yang lain telah dikeluarkan. aku dan teman-teman yang lain (yang juga dikeluarkan) pun diantar ke rumah masing-masing. semuanya khawatir dan gelisah. takut kalau-kalau sesampainya dirumah, mereka akan di marahi orang tuanya masing-masing. semuanya khawatir kecuali aku!
saat ditanya, aku bilang bahwa aku yakin kalau mama akan percaya padaku ketimbang fitnah dari beberapa orang pesantren. benar saja! mama percaya aku..

setiap kepercayaan mama adalah bekal paling berarti bagiku untuk melangkah..

ma.. lautan kata-kata pun tidak akan cukup untuk menggambarkan bahwa rasa terimakasihku begitu besar atas cinta mama yang dengan cuma-cuma mama berikan. aku cuma berharap agar dapat dipeluk oleh cinta mama di sisa hidupku. saat semuanya serba bersyarat, mama mencintaiku dengan begitu tulus..
aku juga bukan cuma berterimakasih, tapi juga berniat untuk membalas cinta mama yang begitu besar ma.. sekalipun rasanya tidak mungkin, tapi aku akan tetap berusaha membalas cinta mama.

selamat hari mama..
dari anakmu..

Azhar Irfansyah, Jogja penghujung 2008

Selasa, 23 Desember 2008

Kaffe, Koffie, dan Wanita-Wanita

antara sebentar terdengar riuh obrolan diselingi gelak tawa.. lalu bau rokok, lalu bau kopi, lalu kelebat barista melangkah cepat.. mengantarkan kopi yang dipesan pembeli.

saya duduk di bagian tengah Kaffe. malam itu cukup ramai. saya sebenarnya tidak begitu suka duduk di bagian tengah. terlalu terekspos!! bagaimana lagi.. kaffe penuh! cuma meja tengah yang kosong.

segelas kopi didepan sudah hampir tumpas. hanya butuh waktu kurang-lebih lima belas menit untuk menandaskan amputjino pesananku sampai hampir ke dasar gelas. saya masih ingin berlama-lama di kaffe.

ah, saya jadi teringat malam dimana saya dikejutkan oleh teman saya yang menurut saya frame berpikirnya agak aneh. terlalu dangkal dan simbolik! suatu hari di sebuah kaffe (yang bukan kaffe yang sedang saya ceritakan sekarang) ia membuat saya terkejut dengan berujar girang (entah darimana ia mendapat perasaan girang..!?) "ha..! ngaku-ngaku sosialis tapi nongkrongnya di kaffe!" ujarnya setengah berteriak. bah! saya tidak menjawab. malas meladeni.

mungkin maksud teman saya yang aneh itu adalah bahwa dengan saya nongkrong di kaffe berarti saya melestarikan penindasan. tentu saja penindasan yang dimaksud adalah penindasan a la kapitalisme dalam perspektif Karl Marx.. tapi, kalau semua hal dikait-kaitkan dengan penindasan, lebih baik tinggal di hutan dan menjadi tarzan saja sana!

bisa jadi itu membuktikan kalau saya bukanlah sosialis yang fanatik.. sekadar mengutip kata-kata Marx sendiri "sejauh yang saya tahu, saya bukanlah seorang Marxis!"

yah,.. saya ke kaffe agar terlihat lebih manusiawi. lagipula saya suka ke kaffe. kaffe bagi saya adalah tempat berkontemplasi yang bagus. perenungan sebelum kata-kata biasanya terjadi saat saya di kaffe atau toilet. saya kan tidak mungkin berlama-lama merenung di toilet. takut kesambet! makanya saya suka ke kaffe.

dan pula saya tergila-gila dengan kopi. sejak SD saya sudah suka kopi!

terlepas dari teman saya yang aneh itu, ternyata ada untungnya juga duduk di bagian tengah kaffe. dari situ saya bisa melihat wanita-wanita yang kebetulan juga sedang nongkrong di kaffe. nah, nah.. yang di pojok itu lumayan juga. kelihatannya sedang sibuk dengan laptopnya. ah! tapi dia merokok.. jangan salah paham, saya bukannya tidak tertarik dengan wanita merokok karena alsan moralitas. saya cuma tidak mau kalau dia nanti menyusui anak saya sambil mengepulkan asap rokok! kan bahaya buat anak saya!

wanita yang lain posisinya langsung diseberang depan meja saya. yang ini lebih manis dari wanita perokok tadi. posisi duduk laki-laki yang satu meja dengannya (saya tidak ingin terburu-buru menyebut laki-laki itu pacarnya) memunggungi saya, jadi saya tidak takut-takut untuk melemparkan satu-dua-tiga layang pandang. eh,.. dasar sial! yang dipandangi sadar ada yang sedari tadi memandangi. jadi mulailah wanita itu menatap saya dengan tatapan tidak suka! saya langsung pura-pura ngetik. my laptop save my life!

amputjino di hadapan kini sudah sepenuhnya tumpas sampai tinggal ampas. tapi saya masih ingin berlama-lama di kaffe. lagipula ketimbang pulang, lebih baik memanfaatkan fasilitas Wi-Fi yang disediakan kaffe dengan cuma-cuma. saat sedang asyik-asyiknya membaca Catatan Pinggirannya Goenawan Muhammad lewat Tempo Interaktif. dari kejauhan seorang wanita melangkah elok. kelihatannya ia bakal ke meja saya! Dag Dig Dug Dag Dig Dug..

wanita nan cantik gemilang tadi semakin dekat. pastilah dia ke meja saya! tinggal beberapa langkah lagi ia sampai di bibir meja. saya perhatikan wajahnya.. siapa? teman kuliah? bukan.. teman organisasi? bukan.. jangan-jangan teman lama? ah,.. apa iya..? tiga langkah lagi.. pastilah ia ke meja saya!

siapa?

sampai di meja saya, dia langsung berujar "gelasnya saya ambil ya!" dengan nada mengusir. bukan main ketusnya..! asem! ternyata dia itu salah satu barista. barangkali orang baru (saya agak sering ke kaffe itu! tapi tidak pernah melihat nona barista yang "mengusir" saya ini). lagipula posisi duduk saya membelakangi meja barista. jadi,.. mungkin saya tidak melihat saat ada ganti shift. barista di kaffe tersebut juga tidak mengenakan seragam khusus.. jadi kadang sulit membedakan. mana barista, mana pelanggan.

jadi, sejurus kemudian, saya melipat laptop saya, membayar (saat membayar pun si nona barista tidak tersenyum! huh,.. barangkali lagi dapet!), lalu segera pulang.. kapan-kapan, saya akan mampir lagi ke kaffe itu. siapa tau si nona barista nan cantik gemilang itu sedang murah senyum!
Azhar Irfansyah, Jogja penghujung tahun 2008