Senin, 16 Februari 2009

14 Februari, 1945 dan 2009

Blitar, empat hari sebelum 14 Februari 1945. Ada perdebatan kecil antara Shudanco Supriyadi dan gurunya, Kasan Bendo. Perdebatan mereka menyangkut niatSupriyadi untuk memberontak dan melawan Jepang pada 14 Februari. Kasan Bendo tidak bersepakat dengan muridnya.Kasan Bendo mencegah Supriyadi untuk melawanJepang pada 14 Februari bukannya karena ia adalah orang yang mendukung imperialisme Jepang di Indonesia, akan tetapi ia merasa bahwa muridnya, Supriyadi,terlalu terburu-buru. Makanya kasan Bendo kemudian mengusulkan agar perlawanan ditunda sampai empat bulan kedepan, bulan Juni. Supriyadi menolak usul gurunyadengan penuh rasa hormat. Ia berpendapat bahwa penindasan Jepang harus segera dilawan, dan juga bahwa persiapan PETA Daidan Blitar untuk memberontak terhadap Jepang telah siap, apalagi perlawanan seharusnya sudah dimulai sejak 5 Februari lalu, jadi.. tidak mungkin diundur-undur lagi, apalagi empat bulan kedepan. Melihat tekad Supriyadi telah sedemikian bulat dan kuatnya, Kasan Bendo mengalah."Tapi kalau ananda mau juga melawan tentara Jepang sekarang, saya hanya dapat memberikan restu kepadamu, karena perjuanganmu itu adalah mulia." ujar Kasan Bendo pada Supriyadi. Kebahagiaan dan kebanggaan membuncah di dada Supriyad, ia tidak sabar mengabari kawan-kawannya di PETA perihal restu dari gurunya tersebut.
Blitar, kurang dari sehari sebelum 14 Februari 1945. Shudanco, Chudanco, dan Bundanco yang mendukung perlawanan berkumpul untuk briefing terakhir di kamarShudanco Halir Mangundjidjaja.Gairah pembebasan segera bercampur dengan atmosfir ketegangan. Jepang bisa saja telah memonitor gerakan mereka dan merencanakan pemberangusan besar-besaran. rasa cemas menjadi berlipat ketika terdengar kabar bahwa satu gerbong Kempetai baru saja tiba dari Semarang, dan menginap diHotel Sakura, tidak jauh dari ruangan dimana mereka sedang berkumpul. lalu tatapan kereng saling beradu dalam ruangan. keberanian dan semangat kemerdekaanmenjadi semakin bergejolak. Besok juga Hotel Sakura akan diserbu! besok juga Jepang akan dilawan! besok juga merah-putih akan berkibar!
Blitar, 14 Februari 1945. Malam belum beranjak, Pagi belum manyapa ufuk timur. jam 03.00, panggung perlawanan dipersiapkan. 360 tentara PETA Daidan Blitar yang berpartisipasi dalam perlawanan dibagikan senjata. Selang setengah jam kemudian, mortir ditembakkan ke Hotel Sakura, membangunkan para Kempetai Jepang yang masih terlelap. Tirai pembebasan Blitar dibuka! Merah-putih dikibarkan di lapangan markas PETA sebelah utara, prajurit yang mengibarkan melakukan hormat bendera lalu sujud syukur. Hotel Sakura direbut tentara PETA. Spanduk bertuliskan "Indonesia Akan Merdeka" yang tidak lain adalah propaganda kosong dan janjipalsu Jepang diturunkan, diganti dengan spanduk bertuliskan "Indonesia Sudah Merdeka!". Polisi Jepang dilucuti senjatanya, tawanan-tawanan dibebaskan daripenjara. Gerakan tebtara PETA seharusnya dilanjutkan dengan penyebaran, namun penyebaran tersebut gagal, tidak sesuai rencana. Jepang yang memiliki sumber daya tempur lebih besar segera memukul PETA dan menduduki kembali kota Blitar. Teantara PETA terkunci posisinya di hutan Ngancar, perbatsan Kediri.
Blitar, empat hari setelah 14 Februari 1945. Tentara PETA Blitar menyerahkan diri dengan syarat, diantaranya adalah aksi mereka tidak dimintai pertanggungjawaban. awalnya Jepang setuju, namun kemudian mengkhianati kesepakatan. tak lama kemudian, 78 tentara PETA digiring ke Jakarata untuk diadilidalam pengadilan militer, enam orang dihukum mati. mereka yang dihukum mati antara lain Shudanco Moeradi, Chudanco Ismangil, Shudanco Halir Mangkoedjidjaja,Bundanco Soenanto dan Bundanco Soeparjono. Mereka dieksekusi dengan cara dipenggal kepalanya di Eereveld, Ancol. Supriyadi sendiri dinyatakan hilang dantidak pernah ditemukan.
***
Indonesia, 14 Februari 2009 dan beberapa hari sebelumnya. muda-mudi bangsa sedang sibuk! mereka sedang mempersiapkan diri untuk menyambut 14 Februari. dibelioleh mereka sebuah hadiah, khusus untuk sang pacar. Coklat, bebungaan, boneka, dan banyak lagi macam-jenisnya. kemudian masing-masing bersolek, mengaromakantubuh mereka dengan berbagai wewangian. lalu pergilah mereka ke acara-acara konser band, bioskop, restoran mahal, atau objek wisata untuk berpacar-pacaran.pusat-pusat perbelanjaan juga tak mau ketinggalam. pihak manajemen telah merencanakan event bertemakan cinta dan kasih sayang di lobi utama. Dekorasi di pasang disetiap sudut gedung agar suasana 14 Februari lebih semarak. Malaikat kecil Cupido, pita-pita bewarna merah hati dan pink, lambang hati, dan lain-lain. Telah diatur pula potongan harga yang akan berlaku pada 14 Februari. Dan pihak yang paling heboh adalah si aktor lama, media televisi!dalam rangka14 Februari telah disiapkan acara-acara khusus. dari film-film import yang bertemakan romantisme cinta, talkshow-talkshow selama beberapa hari sebelum dan sesudah 14 Februari pun diatur agar turut menyemarakkan 14 Februari. infotainment-infotainment memberitakan tentang artis-artis yang merayakan 14 Februari"bersama pacarnya masing-masing. ya,.. semuanya tiba-tiba begitu semarak merayakan 14 Februari.
***
Jika ditanya alasan mengapa muda-mudi sampai penyiaran televisi merayakan 14 Februari, maka jawabannya tidak berkaitan dengan Supriyadi, Blitar, ataupun PETA. Valentine day! begitulah jawabannya. valentine day adalah budaya yang diimport dari masyarakat barat. nama Valentine diambil dari nama SaintValentinus, seorang martir yang dihukum mati oleh Roma karena menikahkan para muda-mudi Romawi, kala itu pernikahan dilarang oleh kaisar Roma. Saint Valentinus lalu dihukum mati.
tulisan ini tidak sedang ingin mengatakan bahwa semua yang diimport dari barat adalah sesuatu yang busuk, bukan juga sedang mengeluarkan fatwa bahwa Valentine itu haram hukumnya! tulisan ini sedang mempertanyakan kembali cara masyarakat, khususnya muda-mudi Indonesia dalam merayakan 14 Februari. apa kita telah lupa dengan pemberontakan PETA di Blitar? apakah seluruh republik ini telah amnesia dengan pengorbanan pahlawannya sendiri? memang, pemberontakan PETA di Blitar tidak berakhir dengan merdekanya Indonesia. namun sejak perlawanan PETA Blitar inilah meletup perlawanan-perlawanan Daidan PETA di daerah lain. perlu menjadi catatan, fenomena perlawanan PETA, yang asal-mulanya adalah tentara bentukan jepang dan akhirnya melawan tuannya sendiri, adalah satu-satunya di Asia Tenggara yang kala itu dikuasai Jepang. itu merupakan bukti bahwa bangsa ini adalah milik para pemberani.
budaya pop telah sedemikian merasuknya pada jiwa muda-mudi bangsa sekarang ini. mereka kemudian menjadi lupa bahwa Indonesia tidak terlahir kecuali lewat perlawanan yang berdarah-darah. perlawanan yang digelar demi kebebasan dan kemerdekaan. maka, 14 Februari adalah hari dimana PETA Daidan Blitar melawan penindasan imperialisme, bukan hari dimana muda-mudi larut dalam egoisme yang kecengeng-cengengan. semangat perlawanan itulah yang seharusnnya kita hayati. karena, bung dan nona.. Indonesia bukanlah sekerumun pulau yang terapung diantara samudra Pasifik dan Hindia, namun ia adalah sebentuk cita-cita beserta semangatnya.

Jumat, 09 Januari 2009

Ngangkring Tragedy

sore hujan, persada jadi basah. lalu malam dingin seperti biasanya. tidak, tidak... malam itu lebih dingin dari biasanya.

dua hari lagi hari senin, artinya saya punya dua hari untuk mengerjakan tugas mata kuliah Ekonomi Politik Internasional. bah.. harus saya lakoni malam-malam imsonia lagi.. ditengah-tengah pekerjaan, tiba-tiba saja rasa penat luar biasa menyerang. duh, saya harus mengunyah sesuatu (ngemil) agar kantuk tidak menyergap mata. angkringan..

jadi pergilah saya ke angkringan. benar saja semilir dingin berhembus dengan lembabnya, punggung saya pun jadi mengigil. demi kletikan, jahe susu, dan gorengan-gorengan yang berminyak dan tidak sehat (tapi enak), dingin begini tak menjadi masalah besar!

diujung jalan, beberapa hasta sebelum persimpangan ke arah selatan, lampu cempor menyala redup di balik tenda terpal bewarna kemerahan (saya mengatakan begitu karena tidak yakin apakah itu oranye atau merah). ingin buru-buru ngangkring, saya pun melipirkan motor saya kekiri. didalam tenda terpal, tiga laki-laki mengelilingi gerobak. satu si pedagang (merokok, menggunakan topi kupluk yang kelihatannya hangat, berselimut dengan sarung butut), satu pegawai di rumah karaoke (saya mengetahuinya dari seragam yang ia pakai), satunya lagi sepertinya warga yang kebagian jatah ronda, saya tak yakin.

jahe susu sedang dibuatkan, sementara tangan saya sibuk mengambil gorengan-gorengan lalu sate. sate kerang, udang, usus, ah,.. yang itu sepertinya enak dimakan dengan sego kucing! ati ampela yang dipotong kecil-kecil! ya,.. ya. saya ambil satu, lalu saya letakkan bersama gorengan tempe dan tahu diatas piring kecil berbahan plastik murahan. "dibakar ya mas!" ujar saya dengan suara dimedok-medokan. supaya terdengar lebih akrab maksudnya.

lampu cempor ditingkahi angin malam, bayang-bayang pun menari. dingin terlawan oleh arang-arang yang menyala dari bawah ceret. jahe susu mengalir di kerongkongan, menghangatkan paru-paru, lalu mengalir ke usus. lalu sate ati ampela yang dipotong kecil-kecil,.. bah.. koq agak keras.. rasanya juga sedikit aneh.. tapi enak juga. tak apalah, mungkin pengaruh bakaran tadi ya.

sego kucing yang banyaknya hanya beberapa suap saja sudah tumpas, jahe susu masih dua pertiga gelas. waktunya kletikkan! sebungkus kacang telur langsung disambar. tiga orang yang lain memulai percakapan. bahasa jawa! duh, saya langsung merasa teralienasi. karena berdomisili di jakarta, saya tidak begitu banyak mengerti bahasa jawa. tapi saya bukanlah orang yang dengan mudah menerima keadaan macam begitu. jadi saya memulai basa-basi dengan bahasa indonesia, agar saya juga bisa mengobrol maksudnya.

dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung. saya menghormati budaya orang, terutama budaya orang-orang yang tempatnya saya tumpangi. tapi saya tetap harus mengerti apa yang mereka bicarakan.

***

jadi teringat pada cerita Subcomandante Marcos, salah satu dedengkot EZLN meksiko, sebuah gerakan pembebasan petani adat yang kebanyakan bersuku Maya. diceritakan bahwa pada pertama kali Marcos menemui para petani adat Maya, dia "ga connect" dengan petani-petani Maya yang dia temui. pulanglah jagoan kita ini dengan kecewa, namun kemudian ia tersadar. ia coba-dan coba lagi memahami para petani adat Maya. dan sekarang ia sudah menjadi ikon perjuangan pembebasan petani adat di Meksiko. prosa-prosa dan esai-esai Subcomandante Marcos juga dikenal luas dan menjadi inspirasi bagi perjuangan pembebasanbagi banyak individu dan kelompok di seluruh dunia.

***

kembali lagi pada saya yang sedang berbasa-basi dengan para laki-laki yang sedang berada di angkringan. "dingin betul ya..!" ujar saya pada si pedagang. "ya ya.. tadi sore kan hujan." sahut pedagang. "beberapa jam yang lalu masih gerimid koq!" pegawai rumah karaoke menimpali.

berhasil.

jadi, mulailah pembicaraan bi-lingual. kadang jawa, kadang indonesia. tidak masalah, saya mengerti beberapa kosa kata jawa. percakapan berlanjut, si pedagang menanyai saya dengan bahasa indonesia.
"kamu tinggal dimana?"
"karangmalang, yang dekat UNY itu lho."
"oh.. aslinya?"
"mm.. orangtua atau domisili?"
"mm.. tempat asal maksudnya.." ha.. saya salah memilih diksi. seharusnya tidak menggunakan "domisili". setelah itu saya kembali ke percakapan. "jakarta mas" ujar saya.

percakapan berlanjut hangat. percakapan kemudan merembet ke PEMILU 2009. pedagang angkringan dan pegawai rumah karaoke sepakat untuk golput, tukang ronda tidak memilih partai, tapi akan memilih Megawati pada putaran pemilihan presiden. "dia itu (Megawati) kan membela rakyat kecil" ujarnya (lugu?). saya ingin saja membantah pernyataan si tukang ronda, tapi saya menjadi takut kalau-kalau laki-laki setengah baya itu tersinggung. akhirnya saya cuma manggut-manggut. namun ternyata si pedagang sedang ingin mendebat temannya itu. "halaah, wong dia iu gak ngapa-ngapain pas jadi presiden! ya kan mas!?" ujarnya pada tukang ronda lalu kemudian beralih pada saya. saya memang sempat bilang kalau saya anak sosial-politik. sekarang saya jadi kikuk. "diteror" dua tatap mata mengantuk sekaligus! "mmm.. bukannya ga ngapa-ngapain sih mas, tapi menurut saya, dia (Megawati) itu kurang berhasil.. habis, slogan peduli wong ciliknya ga diwujudkan.." ujar saya agar tidak mengecewakan ekspektasi masyarakat terhadap mahasiswa, Fisipol UGM khususnya.

tukang ronda tampak tidak begitu senang.
begitulah sekilas demokrasi di angkringan.

setelah kondisi agak cair, saya tergiur untuk mengambil satu sate lagi. berhubung sate ati ampela dipotong kecil-kecil yang tadi saya ambil agak mengecewakan. "ada sate apa aja mas?" tanya saya pada si pedagang.
"usus, kerang, udang, keong.. kalau sate ayam sudah habis.."
"sate keong? enak po?"
"wuih laris manis mas!"
"bentuknya kaya apa mas?"
"yang mana ya..? lho bukannya masnya ngambil tadi?!"
"hah, bukannya tadi saya ngambil sate ati ampela?"
"yang mana? yang kecil-kecil itu toh!? itu sate keong mas.."

tiba-tiba perut mulas..

***

saya masih ingat benar. ketika masih di sekolah dasar, ada pedagang keong (untuk mainan dan pelihara, bukan dimakan) didepan gerbang sekolah. banyak anak-anak, yang termasuk juga saya, membeli seekor keong. biasanya untuk diadu atau balapan. sampai kemudian pihak sekolah menganggap keong sudah mengganggu kegiatan belajar-mengajar. para murid kemudian diancam oleh guru. "barang siapa membawa keong ke sekolah, akan saya suruh dia menelan keongnya hidup-hidup!" para murid langsung ngeri. namun saya ini memang bandel - atau kritis tepatnya. saya tidak percaya bahwa guru itu akan menyuruh saya menelan keong kesayangan saya hidup-hidup, jadi besoknya saya bawa keong saya ke sekolah.

dasar sial, siangnya ada razia keong! saya pun ketahuan membawa keong di dalam tas. saya dibawa menghadap guru yang kemarin mengancam murid perihal keong. di kantor, keong saya yang besar dan bewarna kemerahan dijejali ke mulut saya. mau berteriak, saya takut.. kalau saya membuka mulut saya, jangan-jangan guru saya ini bakal memasukkan keong ke mulut saya. hal paling mengerikan pun segera terjadi. keong menyeruak keluar karena hembusan nafas saya. kaki-kai keong bergerak-gerak, hanya beberapa sentimeter dari bibir saya yang sedang terkatup gemetar.

saya memukul tangan guru saya yang sedang menjejali dengan kerasnya. PRAAKKK! keong terlempar ke lantai dan cangkangnya pecah! saya tidak sanggup melihat.

besoknya saya di hukum seharian. berdiri didepan kelas dan membersihkan WC sekolah.

***

sampai dimana tadi,.. oh.. ya ya.. perut saya tiba-tiba mulas.

saya pun akhirnya pulang dari angkringan dengan perut mulas. lain kali, saya harus tanya-tanya dulu apa sebenarnya yang akan saya masukkan ke mulut saya..

Azhar Irfansyah, ketika tahun 2009 masih pagi